Jakarta, 4 Mei 2010
Pengumuman kelulusan penerimaan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) tahun 2010 dari Kementerian Agama RI sudah keluar. Ingin rasanya aku cepat-cepat mengetahuinya. Internet salah satu targetku untuk mempercepat hal ini. Tidak sempat aku minta izin sama Bapak dan Ibu untuk membuka internet, Bapak yang baru pulang dari Masjid (tempat kerja beliau) langsung memanggilku. Beliau mengatakan bahwa namaku tertera di Koran Republika yang sudah ada dalam genggaman beliau hari itu. Siti Khoiri Inayah, Institut Pertanian Bogor, Teknologi Produksi Ternak. Kubaca dengan jelas pengumuman tersebut. Muncul berbagai keraguan dan kekhawatiran yang sangat mendalam. Teknologi? Peternakan? Mau jadi apa aku?
“Kenapa In? Enggak seneng lolos beasiswa?” pertanyaan Bapak membuyarkan lamunanku.
“Enggak ko Pak, Iin seneng banget. Alhamdulillah,, hehe,, “, terbata-bata aku menjawabnya. Karena jujur saja aku tidak senang akan keputusan itu. Ibu yang berdiri di samping kami hanya tersenyum.
Sebenarnya dalam hatiku yang paling dalam aku tidak mau menerimanya.Bukan aku sombong atau tidak mensyukuri anugerah terindah ini.Sungguh Ya Allah, aku tidak menyangka sama sekali aku bisa lolos seleksi PBSB yang super ketat itu. Aku hanya bertawakkal kepada-Mu atas jawaban yang kutulis dengan menyebut Asma-Mu itu.Hanya saja aku belum bisa menerima jurusan yang diberikan kepadaku. Mau jadi apa aku nanti?
Mindsetku dari kecil adalah menjadi seorang guru.Ketiga kakak kandungku semuanya sudah menjadi guru. Guru kimia adalah cita-cita terbesarku. Meskipun saat itu untuk mencapainya belum ada kepastian sama sekali, namun setidaknya SNMPTN dan UMB di UNJ yang sedang aku jalani saat itu adalah jalan tebaikku selanjutnya.
“Mau diambil tidak?,” kembali kata-kata Bapak membuyarkan lamunanku.
“Jujur Pak, sebenarnya Iin masih bingung. Iin ga suka sama jurusan yang diberikan itu. Iin khawatir jurusan teknologi seperti itu didominasi oleh laki-laki.Iin juga kurang suka sama dunia peternakan pak,” aku berusaha mengungkapkan kebenaran yang aku rasakan saat itu.
“Ya sudah, sekarang terserah Iin saja mau diambil apa tidak. Bapak hanya mengingatkan bahwa keputusan Allah tidak akan pernah salah.”Bapak mengerti keadaanku.Beliau memang orang tua yang bijak. Bersyukur sekali aku bisa menjadi bagian dari keluarganya.
Percakapan hari itu berakhir begitu saja. Belum ada kepastian sama sekali dariku. Aku minta saran kesana-kemari. Ummi sedikit marah dan kecewa ketika kuutarakan keputusanku untuk mengambil beasiswa itu. “Ummi ingin anak-anak Ummi cukup jadi guru saja. Punya ilmu yang banyak dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Memberi tahu orang yang belum tahu, mengajari orang awam, dan waktu bekerjanya juga tidak menggganggu ibadah kepada Allah. Waktu salat tidak pernah terlewat dan Ummi, Bapak akan merasa tenang di sisa usia ini dengan melihat kalian semua menjadi guru.” Panjang lebar Ummi menasehatiku.Aku hanya bisa menangis mendengarnya.
Jakarta, 05 Mei 2010
Suasana pagi hari di Jakarta masih saja panas. Sepanas pikiranku yang bingung dengan keputusan yang akan kuambil. Pihak Pondok Pesantren sudah mengetahui kelulusanku.Hari itu juga aku menelpon Ibuku yang ada di Pondok. “Allah itu tidak pernah salah memberikan keputusan-Nya.Hanya saja manusialah yang tidak mau menerima keputusan baik itu.Tidak semua keputusan yang baik menurut manusia baik juga menurut Allah, begitu juga sebaliknya.Menjadi seorang guru tidak hanya guru di kelas saja yang mengajari murid-muridnya secara formal.Guru yang baik adalah guru bagi kehidupan dan semua orang yang mengenalinya.Iin bisa jadi guru bagi karyawan-karyawan Iin.Menjadi penggerak dan pembangun peternakan serta pertanian di pondok dan di daerah kita.”
Nasehat Ibuku di Pondok sedikitnya memberikan pencerahan bagi pikiranku.Mungkin kata-kata seperti itulah yang aku butuhkan.Tersebar berita juga, bahwa jika aku tidak mengambil beasiswa itu, untuk tahun ke depannnya adik-adikku di Pondok tidak bisa mengikuti PBSB ini lagi.Keputusan untuk mengambil beasiswa inipun semakin bulat.Kuutarakan keputusanku kepada Ibu dan Bapak.Siang itu juga aku membatakan Bimbel yang baru aku mulai sehari yang lalu itu.
Dua hari menjalani Bimbingan Belajar (Bimbel) untuk persiapan SNMTPN sebenarnya memang membuat pikiranku pusing dan sumpek. Masa depan ada di tanganku. Aku yang akan menjalani semuanya. Aku tidak ingin lagi mengikuti tes-tes masuk PTN. Berdasarkan itu semua, akhirnya keputusan untuk mengambil beasiswa itu segera tertanam kuat dalam diriku.Selebihnya aku bersyukur sekali lulus PBSB 2010 ini. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang akan engkau dustakan?Alhamdulillahirobbil’alamin.
Jakarta – Sukabumi 7 Mei 2010
Selang dua hari setelah aku memutuskan untuk mengambil beasiswa itu, aku kembali pulang ke Sukabumi.Kakakku yang nomor dua hanya mengantarkanku sampai lampu merah, Cempaka Putih. Perjalanan Jakarta – Sukabumi menjadi lebih lama dibandingkan sebelumnya. Di dalam bis, pikiranku melayang entah ke mana.Masih saja tidak menyangka lulus dan mendapat jurusan di Fakultas Peternakan IPB.
Perjalanan pulang ini sekaligus menjadi sebuah amanah baru bagiku. Seorang santri beda dengan santri yang sudah menjadi alumni. Mengangkat nama baik almamater dan amanah serta menjadi kader penerus Pondok. Tanggal berangkat ke Bogor masih satu bulan lagi.Di Pondok sendiri sedang sibuk ujian lisan dan praktek. Aku diminta untuk menguji salah satu kelas di sana. Sekalian saja aku mempersiapkan semua persyaratan yang harus aku penuhi sebelum berangkat ke Bogor.
Bogor, 4 Juni 2010
Jumlah 60 orang dari berbagai daerah dan pondok pesantren yang berbeda-beda telah kutemui di sini.Sebelumnya bahkan aku belum pernah menginjakkan kakiku di Kota Hujan ini.Memang parah. Jarak Sukabumi – Bogor begitu dekat. Namun begitulah kenyataannya.Sama sekali aku belum pernah ke Bogor.Bahkan kepikiran untuk menetap dalam waktu yang lama maupun sebentarpun tidak pernah terlintas dalam benakku.
Beragam tipe-tipe mereka.Aku berusaha keras untuk beradaptasi dengan lingkungan baruku ini.Sedikit susahnya memang aku rasakan karena aku tipikal orang yang perasa, mudah tersinggung, dan maunya diperhatikan. Sesuai dengan kemampuanku, dua bulan matrikulasi aku jalani dengan penuh susah payah.Aku minder, aku pendiam, dan jauh dari sikap aku selama ini.Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku bisa menepis semua itu.Aku mencoba untuk aktif, mengenal dan mendekati mereka, saling memberi, menolong, dan semua kenangan serta pelajaran hidup terindah yang telah mereka berikan kepadaku.
Aku sendiri tidak tahu seperti apa mereka menilaiku. Aku hanya berusaha memberikan dan membantu apa yang aku punya dan apa yang aku bisa. Selebihnya terserah mereka.Jelasnya, aku sangat menyayangi mereka.Mereka adalah keluargaku di sini.Terkadang perselisihan dan kerenggangan menghampiri keluarga yang baru terbentuk ini.Keluarga kecil kami yang dipimpin oleh teman dari Balikpapan dan Banten berusaha keras utuk menjadikan keluarga kecil ini tetap menyatu dan terus berjalan beriringan. Mencapai kesuksesan bersama, bercita-cita lulus dari IPB ber-60 bersama-sama, bahkan segala hal yang unik kami dapatkan dari perjalanan keluarga kecil ini. Keluarga kecil inipun kami beri nama CSS MoRA IPB 47 Ciecie.
Wisma Salsa, 7 Oktober 2011
Wisma Salsa. Nama keren kontrakan kami yang ada di Balebak ujung ini. Setelah begitu lama teman-teman yang lain menanyakan nama kontrakan kami, akhirnya keluar nama Salsa tersebut. Dikatakan tidak kompak karena kontrakan yang lain memakai nama dari perwayangan di Indonsesia. Ada Arjuna, Srikandi, dan Anjani.
Semuanya begitu unik bagiku.Delapan orang penghuni Salsa, enam orang diantaranya adalah orang Jawa.Selainnya yaitu aku, orang sunda dan satu lagi orang Medan. Setiap hari kami bersibuk-sibuk ria dan duka menjalani segala aktivitas kampus dan organisasi yang kami ikuti. Ada Anis yang sibuk dengan agribisnisnya, Arin dengan agronomi dan hortikulturanya, Riyah yang selalu ditemani angka-angka statistik yang sangat memusingkan bagiku, Fatimah yang super sibuk dengan teknologi pertaniannya, dan Fikri Putri Solo yang anggun dengan ekonomi sumber daya lingkungannya.
Selebihnya, tiga orang lagi adalah aku sendiri, Nely, dan Dyah yang berkutat dengan teknologi produksi dan nutrisi peternakan. Nutrisi dalam pakan yang diberikan kepada ternak harus sesuai dengan kondisi fisik dan fungsional tubuhnya serta harus sesuai dengan standar kebutuhan ternak itu sendiri supaya menghasilkan produksi yang optimal. Begitulah kiranya salah satu inti dari semua mata kuliah yang kami bertigageluti setiap hari.
Semua disiplin ilmu yang kami geluti saling berkaitan satu sama lain. Sesuai dengan yang telah difasilitasi IPB bagi kami untuk membangun negeri Indonesia yang kaya akan sumber daya alam ini dengan basis ilmu pertanian dalam arti luas. Merupakan suatu tanggung jawab yang besar terlebih kami dibiayai oleh lembaga yang dananya berasal dari uang rakyat Indonesia sendiri. Apa yang diberikan kepada kami menjadi amanah bagi kami untuk mngembalikannya kelak dengan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang bisa memberikan perubahan yang tidak hanya dirasakan oleh sebagian khalayak saja, namun harus dirasakan oleh masyarakat luas pada umumnya.
“Meskipun kita tidak bersama lagi, namun kita sudah mengukir sejarah persahabatan dan membangun keluarga yang sederhana di sini” (Ka Adi, 2011)